Sabtu, 18 April 2015

Ra

Oleh : Tara Prayoga

Ra, rindu ini takkan membuatku jera
meski sekedar bayangmu berkaca
aku masih rela berlama
dalam tiada

Ra, cincin emas untuk sementara
biarlah dulu melingkari pena
dalam kisaran waktu tak terduga

Ra, bibirku selalu merapal doa
untuk kebaikanmu di sana
hingga kau pun terjaga
di batas senja dan purnama

Ra, kau adalah bunga berwarna jingga
aku melihatmu sebagai cuaca
mentari dan hujan yang gembira.

Kau istimewa, ra.
Dalam hatiku terukir nama, Ara…

Tanpa Nama, Tanpa Jawab

Oleh : Tara Parayoga

Sunyi atau mati?
tak ada kehidupan di sini
hanya terdengar detakan arloji
berserta riuh angin seselip sepi

Andai kubisa membaca
mimpi dan nyata
malam ini pasti terjawab tanya
tentang hidup yang berjarak di kepala

pertanyaan ‘mengapa kusendiri?’
sama saja menanyakan laut dan langit ‘siapa yang bercermin?’
mengalun pada ngarai-ngarai tanpa jawab
tanpa nama
terselip doa
meski duka telah ranum..

Kecewa

Oleh : Tara Prayoga

Lara,
mencekik nista
meranum segala dusta
jadi bangkai tersisa.

Bangkai-bangkai tersisa
membawa nyawa yang tak lagi sama.
Nyawa itu menggenang di telaga, “tak percaya”
karena dusta

“Kecewa”.

"Suci" Membuatku Enggan Pergi

Oleh : Tara Prayoga

Terlintas raut wajah anggun
yang hilang selama tiga tahun.
Mengisi ruang kepala
serta lubuk jiwa
tiba-tiba

Sementara dulu,
akulah yang mengubur masa lalu itu
di antara udara beku
debu-debu yang abu

Sampai kenangan itu hilang
kembali datang
hilang
dan datanglah ia terang benderang
sekarang

Kali ini kedatangannya berbeda
tak seperti biasa.
Aku merasa ia melekat seperti kaki-kaki lintah
semakin dekat alih-alih cinta meruah
meninggi sampai langit
awan-awan berdingkit
menyambut kata yang memerdu lagu

Pun kau tiada sadar membuatku seperti ini.
Aku tersadar bahwa kaulah cinta “Suci”
mengalir dalam nadi.
Seberapa besar kuatnya
aku ingin pergi

aku tetap di sini..