Oleh : Tara Prayoga
Siapa sih di antara kita yang tidak menginginkan ketenaran? Apalagi kalau
kita jadi remaja yang dipuja-puja banyak orang, so pasti sebagai remaja gaul,
kita sangat menginginkan hal itu, iya kan??
Belum lagi kalau seandainya semua orang bertekuk lutut di hadapan kita, dan
kita selalu diperlakukan layaknya seorang bos, pasti seru banget tuh..
Hasrat-hasrat tersebut pada umumnya dimiliki para remaja dalam proses pencarian jati diri.
Sehingga tak heran kalau kita melihat keanekaragaman gaya remaja dalam menjalani
liku-liku kehidupan yang mereka alami. Dan salah satu dari keanekaragaman gaya itu adalah
melestarikan budaya tawuran di antara mereka.
Perbuatan mereka yang anarki, ingin menang sendiri, membangga-banggakan
gengnya, dan tak peduli dengan lingkungan sekitar seolah-olah menjadi bumerang
bagi eksistensi negera. Karena remaja merupakan kader yang nantinya akan
mengisi kekosongan kepemimpinan di negeri ini. Kalau masa remaja saja berantakan,
bagaimana ketika dewasa nanti?? Sementara kita tahu, bahwa apa yang dilakukan
anak Adam sekarang adalah cerminan dirinya di masa mendatang. Lalu mau dibawa
kemana negara ini? Apakah kita ingin negara ini kembali dijajah oleh negeri-negeri yang
tak berperikemanusiaan? Apakah kita rela negara ini tenggelam ke dalam kenistaan?
Atau mungkin kita akan tetap bersikap acuh tak acuh apabila negara ini diserahkan secara mutlak untuk bangsa lain? Dan pada akhirnya mereka yang mengurus semua dinamika kenegaraan di negeri ini.
Saya yakin sebagai manusia normal yang memiliki akal sehat, pasti tak akan
rela negaranya kembali dikuasai oleh penjajah. Karena manusia normal pasti
berpikir :
“cukup penderitaan itu
dialami pendahulu-pendahulu kita, dan jangan sampai kita merasakan penjajahan
yang tak berperikemanusiaan itu”.
Nah, sekarang yang menjadi pertanyaan adalah kalau seandainya di dalam
negeri saja kita saling bentrok, atau dengan kata lain saling bertindak anarki,
apakah eksistensi negeri ini akan tetap terjaga? Lalu bagaimana kita bisa
menjaga kemerdekaan bangsa kita, sementara kita sendiri saling baku hantam? Dan
apakah negara dapat maju apabila tawuran menjadi tradisi pelajar? Silakan jawab
pertanyaan-pertanyaan itu dengan hati dan pikiran yang jernih dan tidak ternodai oleh hitamnya syubhat.
Oke, setelah kita mengetahui dampak dari tawuran terhadap stabilitas
pertahanan negara, sekarang saatnyalah kita terbang menuju ke pembahasan tentang
permasalahan Tawuran antar Pelajar dan Solusinya. Selamat menyimak.. cekidot..!!!
Sebenarnya masalah tawuran di Indonesia adalah permasalahan klasik yang
selalu menghiasi layar kaca tanah air. Dan umumnya tawuran justru dilakukan
oleh objek pendidikan, yaitu pelajar. Pasalnya, tawuran terjadi karena adanya
budaya premanisme yang menjerat negeri ini dari segala aspek. Jadi, faktor
eksternal sangat memicu budaya premanisme di sekolah.
Tapi menurut saya kata kunci utama dari sebab pelajar mengikuti tawuran
adalah “Ikut-ikutan”. Seperti yang
saya jelaskan pada paragraf pertama, bahwa remaja umumnya memiliki hasrat ingin
dielu-elukan di hadapan semua orang. Dan pemikiran ini menyebar luas di
kalangan pelajar dewasa ini. Sehingga mereka mengimplementasikan hasratnya melalui tawuran.
Ini merupakan permasalahan besar yang harus segera dituntaskan. Dan tentunya
dalam menuntaskan permasalahan ini, berbagai pihak harus saling mendukung.
Orang tua, guru, dan pemerintah menjadi subjek utama dalam menuntaskan
permasalahan ini. Orang tua harus memberikan perhatian penuh terhadap seluruh
aktivitas yang dilakukan anaknya, baik di dalam atau di luar rumah, sehingga seluruh
kegiatan sang anak dapat terkontrol dengan baik. Kemudian guru juga jangan
hanya menjadi pengajar, namun harus lebih dari itu. Sang guru harus memberi
teladan yang baik kepada siswanya. Sebab ketika keteladanan dari subjek
pendidik hilang, maka kebringasan akan timbul, dan pada akhirnya tawuran
menjadi alternatif pekerjaan pelajar di luar sekolah.
Selain itu pemerintah juga berkewajiban menghapus semua tayangan media yang
menayangkan kekerasan, baik di media cetak maupun elektronik. Karena jika
tontonan negatif tersebut masih juga ditayangkan, maka pelajar/remaja akan
menjadikan tontonan negatif itu menjadi tuntunannya dan hal itu sangat berbahaya bagi mereka.
Terakhir, saya hanya ingin mengingatkan, bahwa menjadi pelajar yang baik
dan berprestasi adalah kunci sebenarnya untuk kita memperoleh ketenaran yang
hakiki. Mungkin kita tahu Ibnu Sina, Ibnu Arabi, Muhammad Iqbal, dan ilmuan
Islam lainnya yang tenar karena prestasi mereka dalam menciptakan sesuatu. Itu
artinya untuk menjadi orang yang dipandang oleh seluruh manusia tidak harus
melakukan hal-hal yang negatif. Namun cukup menjadi pelajar yang berakhlak
mulia, cerdas, dan berprestasi, maka kita pasti bisa menaklukan dunia dan seisinya.